Minggu, 12 Juni 2016

Psikoterapi




PSIKOTERAPI

ANALISIS TRANSAKSIONAL

v  Pengantar

          Analisis transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. Analisis transaksional berbeda dengan terapi lainnya karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. Analisis transaksional berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru. Analisis transaksional menekankan aspek-aspek kognitif rasional-behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.

          Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu: orang tua, orang dewasa dan anak. Teori Berne, menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti dan dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabdian dan ciri khas.

v  Pandangan Utama Terapi Transaksional

       Analisis transaksional berakar pada suatu filsafat yang antidetermenistik serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengkondisian dan pemerograman awal. Disamping itu, analisis transaksional berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya serta orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang. Analsisis transaksional meletakan kepercayaan pada kesanggupan individu untuk tampil diluar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru. Meskipun percaya bahwa manusia memiliki kesanggupan untuk memilih, Berne merasa bahwa hanya sedikit orang yang sampai pada kesadaran akan perlunya menjadi otonom. “manusia dilahirkan bebas tetapi satu hal paling pertama yang dipelajari adalah berbuat sebagaimana diperintahkan dan dia menghabiskan sisia hidupnya dengan bebrbuat seperti itu. Jadi, penghambaan diri yang pertama dijalani adalah penghambaan pada orang tua. Dia menuruti perintah-perintah orang tua untuk selamanya, hanya dalam beberapa keadaan saja memperoleh hak untuk memilih cara-cara sendiri dan menghibur diri dengan suatu ilusi tentang otonomi.

v  Tujuan-tujuan Terapi Transaksional

         Tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan deterministik. Inti terapi ini adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh spontanitas, dan keakraban.

v  Fungsi dan Peran Terapis

         Terapis membantu klien dalam menemukan kondisi-kondisi masa lampau yang merugikan yang menyebabkan klien membuat putusan-putusan dini tertentu, memungut rencana-rencana hidup, dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang barangkali ingin dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realitas dan mencari alternatif-alternatif guna menjalani kehidupan yang lebih otonom.

          Tugas terapis adalah menggunakan pengetahuannya untuk menunjang klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas yang diprakarsai oelh klien. Serta membantu agar klien memperoleh perangkat yang diperlukan bagi perubahan. Terapis mendorong dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego orang dewasanya sendiri ketimbang ego orang dewasa  terapis dalam memeriksa putusan-putusan lamanya dan dalam membuat putusan-putusan baru.

v  Metode-metode Didaktik

       Karena analisis transaksional dominan kognitif, prosedur-prosedur belia mengajar menjadi prosedur-prosedur dasar bagi analisis transaksional. Para anggota kelompok-kelompok analisis transaksional diharapkan sepenuhnya mengenal analisis struktural dengan menguasai landasan-landasan perwakilan-perwakilan ego. Yang dianjurkan kepada para anggota kelompok analisis transaksional adalah partisipasi dalam bengkel-bengkel kerja khusus, konferens-konferensi, dan pendidikan-pendidikan yang berkaitan dengan analisis transaksional.

§  Analisis Transaksional

 Analisis transaksional pada dasarnya adalah suatu penjabaran atas analisis yang dilakukan dan dikatakan oleh orang-orang terhadap satu sama lain. Ada tiga tipe transaksi, yaitu komplementer, menyilang dan terselubung. Transaksi-transaksi komplementer terjadi apabila suatu pesan yang disampaikan oleh suatu perwakilan ego seseorang memperoleh respon yang diprakirakan dari perwakilan ego seseorang yang lainnya.

§  Kursi kosong

Adalah suatu prosedur yang sesuai analisis struktural. Klien diminta untuk membayangkan bahwa seseorang tengah duduk di sebuah kursi di hadapannya dan mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan egonya. Teknik kursi kosong bisa digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflik-konflik internal yang hebat guna memperoleh fokus yang lebih tajam dan penggunaan kongkret bagi upaya pemecahan.

§  Permainan peran

Dalam terapi kelompok, situasi-situasi permainan peran bisa menlibatkan para anggota lain. Bentuk permainan lainnya adalah permainan yang menonjolkan gaya-gaya khas dari ego orang tua yang konstan, ego orang dewasa yang konstan dan ego anak yang konstan atau permainan-permainan tertentu agar memungkinkan klien memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.

§  Percontohan keluarga

Adalah suatu pendekatan lain untuk bekerja dengan analisis struktural, terutama berguna bagi penangan orang tua yang konstan, orang dewasa yang konstan atau anak yang konstan. Klien diminta untuk membayangkan suatu adegan yang melibatkan sebanyak mungkin orang yang berpengaruh di masa lampau, termasik dirinya sendiri

§  Analisis upacara, hiburan, dan permainan

Mencakup pengenalan terhadap upacara-upacara(ritual-ritual), hiburan-hiburan dan permainan-permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya

§  Analisis permainan dan ketegangan

Adalah suatu aspek yang penting bagi pemahaman sifat transaksi-transaksi dengan orang lain

§  Analisis skenario

Adalah bagian dari proses terapeutik yang memungkinkan pola hidup yang diikuti oleh individu bisa dikenali. Analisis skenario membuka alternatif-alternatif bau yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan permainan-permainan mengumpulkan perasaan-perasaan untuk membenarkan tindakan tertentu yang dilaksanakan menurut plot skenario.

v  Penerapan dan sumbangannya

          Teknik-teknik pendekatan ini bisa diterapkan pada hubungan orang tua anak, belajar di kelas, pada konseling dan terapi individual serta kelompok, dan pada konseling perkawinan. Sumbangan utamanya adalah perhatiannya pada transaksi-transaksi berkenaan dengan fungsi perwakilan-perwakilan ego.

v  Kelemahan Terapi

          Tidak ditemukan suatu penekanan yang kuat pada keotentikan terapis atau pada hubungan pribadi-ke-pribadi dengan klien

v  Rational Emotive Therapy (Ellis)

Teori Konseling Rasional-Emotif dengan istilah lain dikenal dengan "Rational-Emotife Therapy" yang dikembangkan oleh DR.Albert Ellis, seorang ahli Clinecal Psychology(Psikologi Klinis). Sekitar tahun 1943, dia mulai membuka praktek dalam bidang konseling keluarga, perkawinan dan seks. Pada praktiknya ini Dr. Albert Ellis banyak mempergunakan prosedur sikoanalisa dari freud, tetapi setelah berlangsung beberapa lama Albert Ellis banyak menemukan ketidakpuasan dalam praktiknya yang mengginakan prosedur psikoanalisa dari freud. Atas dasar pengelaman selama praktiknya dan kemudian dihubungkan dengan teori tingkah laku belajar, maka akhirnya Albert Ellis mencoba untuk mengembangkan suatu teori yang disebut " Rational-Emotife Therapy", dan selanjutnya lebih populer dengan singkatan RET.

 

A.    Konsep Dasar Pandangan Rational Emotive Therapy Tentang Kepribadian

Rational Emotive Therapy adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk merusak diri sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu , menunda-nunda, berulang-ulang melakukan kesalahan, dan lain-lain.          

RET menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.

Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.

Unsur pokok RET adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, Pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.

Rational Emotive Therapy(RET) berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.



        B. Unsur-Unsur Terapi

       1. Munculnya Gangguan

Masalah yang dihadapi klien dalam pendekatan Konseling Rasional-Emotife itu muncul disebabkan karena ketidaklogisan klien dalam berfikir. ketidaklogisan berpikir ini selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan gangguanatau kesulitan emotional dalam melihat dan menafsirkan objek atau fakta yang dihadapinya.

Menurut konseling rational emotif ini, individu merasa dicela, diejek dan tidak diacuhkan oleh individu lain kerena ia memiliki keyakinan dan berpikir bahwa individu lain itu mencela dan tidak mengacuhkan dirinya.

       2. Tujuan Terapi

Tujuan utama dari konseling rational emotif ialah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berpikir yang tidak logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionilnya. konseling rational emotif ini bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berpikir atau ide-idenya yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.

       3. Peran Terapis

Aktifitas-aktifitas therapeutic utama Rational Emotive Therapy dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :

a.       Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah

memotivasi banyak gangguan tingkah laku.

b.      Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.

c.       Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.

d.      Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.

e.       Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.

f.       Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien.

 

 

      C. Teknik Terapi Rational Emotive Therapy

Dalam RET, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.

1.      Teknik-Teknik Kognitif

Teknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut menerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :

a.       Teknik Pengajaran - Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.

b.      Teknik Persuasif - Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.

c.       Teknik Konfrontasi - Konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.

d.      Teknik Pemberian Tugas - Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.

 

v  Terapi Perilaku (Behavior Therapy)

 

A.    Konsep Dasar Padangan Terapi Perilaku Tentang Kepribadian

Terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.

Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. 

behaviorisme itu sendiri yaitu bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.

a.       Classical conditioning merupakan pengkondisian klasik yang melibatkan stimulus tak terkondisi (UCS) yang secara otomatis dapat membangkitkan respon berkondisi (CR), yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) bila diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi (UCS). Contohnya, jika kita memberikan makanan kucing (UCS) maka membangkitkan air liur kucing (UCR). Berikutnya, ketika setiap kita memberikan makanan pada kucing (UCS) sambil membunyikan bel (CS) maka kucing akan mengeluarkan air liur (UCR) karena diberi makanan. Jika hal tersebut dilakukan berulang kali, berikutnya saat kita membunyikan bel (CS) maka secara otomatis kucing akan mengeluarkan air liur (CR). Hal inilah yang dinamakan proses pembelajaran yang dikarenakan asosiasi.

b.      Operant Conditioning merupakan pengondisian instrumental yang melibatkan ganjaran (reward atau punishment) kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul. Contohnya, jika kita ingin membuat seorang anak mengurangi kebiasaan bermain games dan meningkatkan intensitas belajarnya. Maka pertama kita harus membuat anak betah duduk di meja belajarnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan anak pujian (reinforcement) setiap dia duduk di kursi belajarnya. Bila intensitas waktu anak untuk duduk di kursi belajarnya dan belajar maka reinforcement di tingkatkan, mungkin dengan mengganti pujian dengan hadiah. Tindakan tersebut dilakukan hingga menjadi kebiasaan rutin anak.



      B. Unsur-unsur Teori

      1. Munculnya Gangguan

                      Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan  ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari”. Ini merupakan anggapan dari behavioristik radikal. Namun behavioristik yang lain yaitu behavioristik kontemporer, yang merupakan perkembangan dari behavioristik radikal menganggap bahwa setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang dipelajarinya. Ini bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang menyingkirkan kemungkinan individu menentukan diri.

      2. Tujuan Terapi

Tujuan umum yaitu menciptakan kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.

3. Peran Terapis

Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru. Fungsi penting lainnya adalah peran terapis sebagai model bagi klien. Bandura mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau pencontohan sosial yang disajikan oleh terapis. Karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien sering kali meniru sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi dari klien. Terapis yang tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya dalam mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti terapis mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.



        C. Teknik Terapi Perilaku

       1.  Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.

        2. Desensitisasi Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.

        3. Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi orang-orang yang:

      a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan/perasaan tersinggung

b.  Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk

     mendahuluinya

      c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’

      d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya

      e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri

Fokus terapi ini adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

         4.  Pencontohan (modelling methods)melalui proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang lain yang tidak takut menghadapi ular.

       5.  Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar