PSIKOTERAPI
ANALISIS TRANSAKSIONAL
v
Pengantar
Analisis transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat
digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam
terapi kelompok. Analisis transaksional berbeda dengan terapi lainnya karena
merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. Analisis transaksional
berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan
kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru. Analisis transaksional
menekankan aspek-aspek kognitif rasional-behavioral dan berorientasi kepada
peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru
dan mengubah cara hidupnya.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan teori kepribadian
yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini
menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang
terpisah, yaitu: orang tua, orang dewasa dan anak. Teori Berne, menggunakan
beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti dan dipelajari
dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan,
putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabdian dan ciri
khas.
v Pandangan Utama Terapi
Transaksional
Analisis transaksional berakar pada suatu filsafat yang antidetermenistik serta
menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengkondisian dan pemerograman awal.
Disamping itu, analisis transaksional berpijak pada asumsi-asumsi bahwa
orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya serta orang-orang
mampu memilih untuk memutuskan ulang. Analsisis transaksional meletakan
kepercayaan pada kesanggupan individu untuk tampil diluar pola-pola kebiasaan
dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru. Meskipun percaya bahwa
manusia memiliki kesanggupan untuk memilih, Berne merasa bahwa hanya sedikit
orang yang sampai pada kesadaran akan perlunya menjadi otonom. “manusia
dilahirkan bebas tetapi satu hal paling pertama yang dipelajari adalah berbuat
sebagaimana diperintahkan dan dia menghabiskan sisia hidupnya dengan bebrbuat
seperti itu. Jadi, penghambaan diri yang pertama dijalani adalah penghambaan
pada orang tua. Dia menuruti perintah-perintah orang tua untuk selamanya, hanya
dalam beberapa keadaan saja memperoleh hak untuk memilih cara-cara sendiri dan
menghibur diri dengan suatu ilusi tentang otonomi.
v Tujuan-tujuan Terapi
Transaksional
Tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat
putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah
hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan
dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-putusan dini mengenai posisi
hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan
deterministik. Inti terapi ini adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai
oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang
mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai oleh spontanitas, dan
keakraban.
v Fungsi dan Peran Terapis
Terapis membantu klien dalam menemukan kondisi-kondisi masa lampau yang
merugikan yang menyebabkan klien membuat putusan-putusan dini tertentu,
memungut rencana-rencana hidup, dan mengembangkan strategi-strategi yang telah
digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang barangkali ingin
dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih
realitas dan mencari alternatif-alternatif guna menjalani kehidupan yang lebih
otonom.
Tugas terapis adalah menggunakan pengetahuannya untuk menunjang klien dalam
hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas yang diprakarsai oelh
klien. Serta membantu agar klien memperoleh perangkat yang diperlukan bagi
perubahan. Terapis mendorong dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego orang
dewasanya sendiri ketimbang ego orang dewasa terapis dalam memeriksa
putusan-putusan lamanya dan dalam membuat putusan-putusan baru.
v Metode-metode Didaktik
Karena analisis transaksional dominan kognitif, prosedur-prosedur belia
mengajar menjadi prosedur-prosedur dasar bagi analisis transaksional. Para
anggota kelompok-kelompok analisis transaksional diharapkan sepenuhnya mengenal
analisis struktural dengan menguasai landasan-landasan perwakilan-perwakilan
ego. Yang dianjurkan kepada para anggota kelompok analisis transaksional adalah
partisipasi dalam bengkel-bengkel kerja khusus, konferens-konferensi, dan
pendidikan-pendidikan yang berkaitan dengan analisis transaksional.
§ Analisis Transaksional
Analisis
transaksional pada dasarnya adalah suatu penjabaran atas analisis yang
dilakukan dan dikatakan oleh orang-orang terhadap satu sama lain. Ada tiga tipe
transaksi, yaitu komplementer, menyilang dan terselubung. Transaksi-transaksi
komplementer terjadi apabila suatu pesan yang disampaikan oleh suatu perwakilan
ego seseorang memperoleh respon yang diprakirakan dari perwakilan ego seseorang
yang lainnya.
§ Kursi kosong
Adalah
suatu prosedur yang sesuai analisis struktural. Klien diminta untuk
membayangkan bahwa seseorang tengah duduk di sebuah kursi di hadapannya dan
mengajaknya berdialog. Prosedur ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
menyatakan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sikap-sikapnya selama dia
menjalankan peran-peran perwakilan-perwakilan egonya. Teknik kursi kosong bisa
digunakan oleh orang-orang yang mengalami konflik-konflik internal yang hebat
guna memperoleh fokus yang lebih tajam dan penggunaan kongkret bagi upaya
pemecahan.
§ Permainan peran
Dalam
terapi kelompok, situasi-situasi permainan peran bisa menlibatkan para anggota
lain. Bentuk permainan lainnya adalah permainan yang menonjolkan gaya-gaya khas
dari ego orang tua yang konstan, ego orang dewasa yang konstan dan ego anak
yang konstan atau permainan-permainan tertentu agar memungkinkan klien
memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.
§ Percontohan keluarga
Adalah
suatu pendekatan lain untuk bekerja dengan analisis struktural, terutama
berguna bagi penangan orang tua yang konstan, orang dewasa yang konstan atau
anak yang konstan. Klien diminta untuk membayangkan suatu adegan yang
melibatkan sebanyak mungkin orang yang berpengaruh di masa lampau, termasik
dirinya sendiri
§ Analisis upacara, hiburan, dan
permainan
Mencakup
pengenalan terhadap upacara-upacara(ritual-ritual), hiburan-hiburan dan
permainan-permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya
§ Analisis permainan dan ketegangan
Adalah
suatu aspek yang penting bagi pemahaman sifat transaksi-transaksi dengan orang
lain
§ Analisis skenario
Adalah
bagian dari proses terapeutik yang memungkinkan pola hidup yang diikuti oleh
individu bisa dikenali. Analisis skenario membuka alternatif-alternatif bau
yang menjadikan orang bisa memilih sehingga dia tidak lagi merasa dipaksa memainkan
permainan-permainan mengumpulkan perasaan-perasaan untuk membenarkan tindakan
tertentu yang dilaksanakan menurut plot skenario.
v Penerapan dan sumbangannya
Teknik-teknik pendekatan ini bisa diterapkan pada hubungan orang tua anak,
belajar di kelas, pada konseling dan terapi individual serta kelompok, dan pada
konseling perkawinan. Sumbangan utamanya adalah perhatiannya pada
transaksi-transaksi berkenaan dengan fungsi perwakilan-perwakilan ego.
v Kelemahan Terapi
Tidak ditemukan suatu penekanan yang kuat pada keotentikan terapis atau pada
hubungan pribadi-ke-pribadi dengan klien
v Rational Emotive Therapy (Ellis)
Teori Konseling Rasional-Emotif
dengan istilah lain dikenal dengan "Rational-Emotife Therapy" yang
dikembangkan oleh DR.Albert Ellis, seorang ahli Clinecal Psychology(Psikologi
Klinis). Sekitar tahun 1943, dia mulai membuka praktek dalam bidang konseling
keluarga, perkawinan dan seks. Pada praktiknya ini Dr. Albert Ellis banyak
mempergunakan prosedur sikoanalisa dari freud, tetapi setelah berlangsung
beberapa lama Albert Ellis banyak menemukan ketidakpuasan dalam praktiknya yang
mengginakan prosedur psikoanalisa dari freud. Atas dasar pengelaman selama
praktiknya dan kemudian dihubungkan dengan teori tingkah laku belajar, maka
akhirnya Albert Ellis mencoba untuk mengembangkan suatu teori yang disebut
" Rational-Emotife Therapy", dan selanjutnya lebih populer dengan
singkatan RET.
A. Konsep Dasar Pandangan Rational
Emotive Therapy Tentang Kepribadian
Rational Emotive Therapy adalah
aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan
potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional
dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri,
berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain,
serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk
merusak diri sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu , menunda-nunda,
berulang-ulang melakukan kesalahan, dan
lain-lain.
RET menekankan bahwa manusia
berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi
tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas
suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis, manusia
bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh
naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan
untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan
dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada
masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri
sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara
mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak
sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian
masa lampau yang pasif.
Unsur pokok RET adalah asumsi bahwa
berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, Pikiran dan
emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya
kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran.
Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses
sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi
emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi
pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan
sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi
emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
Rational Emotive Therapy(RET) berhipotesis bahwa karena kita
tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan
yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut
berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita
tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita.
Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan
dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
B.
Unsur-Unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Masalah yang dihadapi klien dalam
pendekatan Konseling Rasional-Emotife itu muncul disebabkan karena
ketidaklogisan klien dalam berfikir. ketidaklogisan berpikir ini selalu
berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan gangguanatau kesulitan emotional
dalam melihat dan menafsirkan objek atau fakta yang dihadapinya.
Menurut konseling rational emotif
ini, individu merasa dicela, diejek dan tidak diacuhkan oleh individu lain
kerena ia memiliki keyakinan dan berpikir bahwa individu lain itu mencela dan
tidak mengacuhkan dirinya.
2.
Tujuan Terapi
Tujuan utama dari konseling rational
emotif ialah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berpikir yang tidak
logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionilnya. konseling rational
emotif ini bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berpikir atau ide-idenya
yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis.
3. Peran Terapis
Aktifitas-aktifitas therapeutic
utama Rational Emotive Therapy dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu :
membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan
untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya
adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional
sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional
dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di
atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a. Mengajak
klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah
memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
b. Menantang
klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
c. Menunjukkan
kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
d. Menggunakan
suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
e. Menunjukkan
bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan
akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
f. Menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien.
C.
Teknik Terapi Rational Emotive Therapy
Dalam RET, terdapat tiga teknik yang
besar: Teknik-teknik Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik
Behavioristik.
1. Teknik-Teknik
Kognitif
Teknik-teknik kognitif adalah teknik
yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut menerangkan ada
empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a. Teknik
Pengajaran - Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari
klien. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta
menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan
berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b. Teknik
Persuasif - Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana
pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba
meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang
dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c. Teknik
Konfrontasi - Konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan
membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d. Teknik
Pemberian Tugas - Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba
melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien
bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari
pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
v Terapi Perilaku (Behavior Therapy)
A. Konsep Dasar Padangan Terapi
Perilaku Tentang Kepribadian
Terapi tingkah laku adalah
pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada
berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku.
Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini,
bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan
tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara
operasional, diamati dan diukur.
Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku
ini yaitu pendekatan behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia
pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya.
behaviorisme itu sendiri yaitu
bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan
tingkah laku mereka.
a. Classical
conditioning merupakan pengkondisian klasik yang melibatkan stimulus
tak terkondisi (UCS) yang secara otomatis dapat membangkitkan respon berkondisi
(CR), yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) bila diasosiasikan dengan
stimulus tak berkondisi (UCS). Contohnya, jika kita memberikan makanan kucing
(UCS) maka membangkitkan air liur kucing (UCR). Berikutnya, ketika setiap kita
memberikan makanan pada kucing (UCS) sambil membunyikan bel (CS) maka kucing
akan mengeluarkan air liur (UCR) karena diberi makanan. Jika hal tersebut
dilakukan berulang kali, berikutnya saat kita membunyikan bel (CS) maka secara
otomatis kucing akan mengeluarkan air liur (CR). Hal inilah yang dinamakan
proses pembelajaran yang dikarenakan asosiasi.
b. Operant
Conditioning merupakan pengondisian instrumental yang melibatkan
ganjaran (reward atau punishment) kepada individu atas pemunculan tingkah
lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul. Contohnya, jika
kita ingin membuat seorang anak mengurangi kebiasaan bermain games dan
meningkatkan intensitas belajarnya. Maka pertama kita harus membuat anak betah
duduk di meja belajarnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan anak
pujian (reinforcement) setiap dia duduk di kursi belajarnya. Bila intensitas waktu
anak untuk duduk di kursi belajarnya dan belajar maka reinforcement di
tingkatkan, mungkin dengan mengganti pujian dengan hadiah. Tindakan tersebut
dilakukan hingga menjadi kebiasaan rutin anak.
B.
Unsur-unsur Teori
1.
Munculnya Gangguan
Dimana
landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik,
pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan
ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu
dipelajari”. Ini merupakan anggapan dari behavioristik radikal. Namun
behavioristik yang lain yaitu behavioristik kontemporer, yang merupakan
perkembangan dari behavioristik radikal menganggap bahwa setiap individu
sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang dipelajarinya. Ini
bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang menyingkirkan
kemungkinan individu menentukan diri.
2.
Tujuan Terapi
Tujuan umum yaitu menciptakan
kondisi baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki
masalah perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif
klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
3. Peran Terapis
Terapis behavior harus
memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yaitu dalam penerapan
pengetahuan ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah para kliennya. Secara
khasnya, terapis berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis
tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan
yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru. Fungsi penting lainnya
adalah peran terapis sebagai model bagi klien. Bandura mengungkapkan bahwa
salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa
mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau pencontohan sosial yang
disajikan oleh terapis. Karena klien sering memandang terapis sebagai orang
yang patut diteladani, klien sering kali meniru sikap-sikap, nilai-nilai,
kepercayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis harus
menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi dari
klien. Terapis yang tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya dalam
mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti
terapis mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.
C.
Teknik Terapi Perilaku
1. Training Relaksasi, merupakan teknik untuk menanggulangi stress yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana seringnya dimanifestasikan
dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan masalah jantung, migrain,
asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai relaksasi otot dan mental. Dalam
teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil posisi pasif dalam lingkungannya
sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara bergantian. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan teratur sambil membanyangkan
hal-hal yang menyenangkan.
2. Desensitisasi
Sistemik, merupakan teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia,
tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan situasi penghasil kecemasan
seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan
yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik serta impotensi dan
frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana klien dilatih untuk
santai dan keadaan-keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit
kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan
dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat
mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara
berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan
antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut
terhapus.
3. Latihan
Asertif, merupakan teknik terapi yang menggunakan prosedur-prosedur
permainan peran dalam terapi. Latihan asertif ini akan membantu bagi
orang-orang yang:
a. Tidak mampu mengungkapkan
kemarahan/perasaan tersinggung
b. Menunjukkan
kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya
c. Memiliki kesulitan untuk
mengatakan ‘tidak’
d. Mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya
e. Merasa tidak punya hak untuk
memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Fokus terapi ini adalah
mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui permainan
peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya
dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara
terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi
yang terbuka itu.
4. Pencontohan (modelling methods), melalui
proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan
tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik
dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut
ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang
lain yang tidak takut menghadapi ular.
5. Multimodal Terapi, didasarkan pada
asumsi bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi
maka akan semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya.
Teknik ini menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons,
sensations, images, cognitions, interpersonal relationships, dan
drugs/biology).
DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling
& Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar