Kekuasaan
1.
Definisi Kekuasaan
Kekuasaan selalu diidentikan dengan kata
“pemimpin”. Pemimpin memiliki pengaruh yang besar terhadap lingkungan yang ia
kendalikan. Bagus atau tidaknya suatu lingkungan dapat kita lihat dari
bagaimana pemimpin menggunakan kekuasaannya. Namun kita tidak dapat menyalahkan
pemimpin begitu saja, masyarakat yang dipimpin oleh individu tersebut harus
juga bergerak. Apabila dirasa pemimpinnya kurang bijak dalam menggunakan
kekuasaannya, maka masyarakat tersebut harus berusaha membantu dan
memperbaikinya. Max Weber (1962) dalam bukunya yang berjudul Basic
Concepts in Sociology mengatakan bahwa kekuasaan sebagai peluang yang
terjadi dalam suatu hubungan sosial yang memungkinkan seseorang mendapatkan apa
yang ia inginkan walaupun terdapat resistensi. Disini kita dapat melihat bahwa
suatu kekuasaan mungkin saja dapat membuat dan menjalin sebuah hubungan sosial
yang baik baik didalam maupun diluar area kekuasaannya. Jika dapat memperluas
hubungan sosial sampai keluar area kekuasannya maka semakin terbuka lebar untuk
menjalin kerjasama yang baik antar dua pihak.
Jika kita mengacu pada definisi politik,
Stephen Robbins (2007) dalam bukunya yang berjudulOrganizational Behavior memberikan
definisi bahwa kekuasaan sebagai kapasitas yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi orang lain agar bertingkah laku sesuai dengan apa yang ia
kehendaki. Mengacu pada definisi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa kekuasaan
bisa saja memberikan dampak kepada orang lain yang seharusnya orang lain tidak
melakukan itu. Dalam arti adanya pengaruh dapat membuat seseorang tidak
bertindak secara alamiah
1.
Sumber-Sumber Kekuasaan Menurut French dan Raven
Psikolog sosial Michigan, French dan Raven menggunakan definisi
yang sama dalam membahas teori lapangannya Lewin mengenai kekuasaan. Menurutnya
kekuasaan adalah kemampuan potensial dari seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi yang lainnya didalam system yang ada (dalam Roderick Martin: 71).
Tetapi penghalusan terhadap konsep Weber yang kini tampaknya paling menonjol
disodorkan oleh Dahrendorf dan Blau. Merekalah yang berhasil menembus kelemahan
tertentu yang ada pada teori-teori Weber, sebagaimana yang tampak umumnya pada
pengembangan pendekatan Weber.
Setelah secara blak-blakan mendukung definisi Weber, kemudian Dahrendorf mengemukakan bahwa “kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu-individu daripada milik struktur sosial”, (dalam Roderick Martin: 71). Perbedaan yang penting adalah kekuasaan dengan otoritas terletak pada kenyataan bahwa kalau kekuasaan pada hakekatnya diletakan pada kepribadian individu, maka otoritas selalu dikaitkan dengan posisi atau peranan sosial-kekuasaan, selalu merupakan suatu hubungan yang faktual, sedangkan otoritas merupakan suatu hubungan yang logis.
Setelah secara blak-blakan mendukung definisi Weber, kemudian Dahrendorf mengemukakan bahwa “kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu-individu daripada milik struktur sosial”, (dalam Roderick Martin: 71). Perbedaan yang penting adalah kekuasaan dengan otoritas terletak pada kenyataan bahwa kalau kekuasaan pada hakekatnya diletakan pada kepribadian individu, maka otoritas selalu dikaitkan dengan posisi atau peranan sosial-kekuasaan, selalu merupakan suatu hubungan yang faktual, sedangkan otoritas merupakan suatu hubungan yang logis.
Perumusan yang menghilangkan wujud hubungan kekuasaan yang tidak
terstruktur atau yang terjadi secara berulang-ulang ini merupakan sumber utama
yang memunculkan konflik sosial.
French dan Raven mendefinisikan kekuasaan berdasarkan pada
pengaruh dan pengaruh berdasarkan pada pengubahan psikologis. Pengaruh adalah
pengendalian yang dilakukan oleh seseorang dalam organisasi maupun dalam
masyarakat terhadap orang lain. Konsep penting atas dasar gagasan ini
adalah bahwa kekuasaan merupakan pengaruh laten (terpendam), sedangkan pengaruh
merupakan kekuasaan dalam kenyataan yang direalisasikan. French dan Raven
mengidentifikasikan lima sumber basis kekuasaan.
1. Kekuasaan balas jasa (reward
power)
2. Kekuasaan paksaan (coercive power)
3. Kekuasaan sah (legitimate power)
4. Kekuasaan ahli (expert power)
5. Kekuasaan panutan (referent power)
2. Kekuasaan paksaan (coercive power)
3. Kekuasaan sah (legitimate power)
4. Kekuasaan ahli (expert power)
5. Kekuasaan panutan (referent power)
Robbins (2007) juga memaparkan klasifikasi
kekuasaan dari French dan Raven (1959). Berdasarkan sumbernya yaitu
kekuasaan formal dan personal. Kekuasaan formal merupakan kekuasaan yang berasal
dari posisi formal individu pada suatu organisasi. Kekuasaan formal dapat
bersumber coercive power, reward power, dan legitimate
power. Sementara kekuasaan personal merupakan kekuasaan yang muncul dari
karakteristik individu. Kekuasaan personal dapat berasal
dari expert power dan referent power
Menurut Saya dari hasil kesimpualan materi
kekuasaan yang tertera pada diatas tersebut adalah : Kekuasaan adalah sebuah
alat atau aplikasi yang tidak terstruktur atau abstrak dan pada hakikatnya
dimiliki oleh semua orang. Kekuasaan berupa kemampuan yang dimiliki individu
atau kelompok untuk mendorong suatu perilaku seseorang yang dikehendakinya
antara lain untuk sebuah perubahan,kemajuan, dan kepentingan lainnya. Tentu
saja sebuah kekuasaan terdapat kapasitasnya yang berbeda-beda pada individu
atau kelompok tertentu. Kekuasaan pun memiliki pengaruh yang besar terhadap
sesuatu yang dikendalikannya, bisa menjadi kearah yang positif maupun negatif. Itu semua tergantung kepada pemimpin yang
dapat mengelolah atau mengatasi semua masalah yang ada dengan baik dan benar,
mengambil sebuah keputusan yang tepat, dan dapat menempatkan diri dari semua
keadaan yang ada.
Daftar Pustaka
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi,
M., Jakarta: Penerbit Erlangga
Salehudin, Imam (2009) The 6th Power:
Social/Network Power Pengembangan Konsep Social
Capital pada Konteks Perilaku
Individu. Manajemen Usahawan Indonesia. No. 03/TH. XXXVIII 2009.
ISSN:
0302‐9859
Tidak ada komentar:
Posting Komentar