Child abuse didefinisikan
sebagai perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugikan atau bahaya terhadap
anak secara fisik dan mental. Faktor penyebab utamanya child abuse adalah Ancaman hukuman
yang relatif ringan dan sistem penegakan hukum lemah, memerlukan pengorbanan
biaya dan pengorbanan mental yang sangat tinggi cenderung membuat korban
menghindariproses hukum. Proses hukum yang rumit dan berbelit-belit, penanganan
yang keraptidak manusiawi, dan ancaman hukuman minimal 3 tahun maksimal 15
tahun membuatkasus-kasus kekerasan seksual tenggelam selama bertahun-tahun dan
membiarkanpara korbannya tumbuh tanpa intervensi psikologis yang tepat. Sejak
kasus RGtahun 1996, kasus kekerasan seksual kepada anak jalanan, praktis semua
pihakbelum cukup melakukan tindakan yang berarti. Saat negara lain sudah
beranimenerapkan ancaman hukuman mati, kebiri, sistem ‘black list’ serta
berbagaikebijakan untuk menahan laju dan ledakan kekerasan seksual,
Indonesiaseolah-olah jalan di tempat terutama karena ada budaya malu dan tidak
beranimengakui fakta ini sebagai masalah besar. Sudah sangat mendesakadanya
daftar pelaku dan korban kekerasan seksual yang tidak hanya mencatatnama,
alamat, identitas lain dan wajah, namun menggunakan metode fingerprintyang
disimpan oleh institusi Negara demi menjaga kerahasiaannya. Masyarakatyang
ingin merekrut pegawai untuk bekerja di fasilitas anak dapat mengirimkandata
fingerprintnya ke institusi Negara untuk memperoleh kepastian apakah
yangbersangkutan memiliki riwayat kekerasan seksual atau tidak. Dalam hal ini, kamisangat
yakin bahwa praktek ini sudah sangat dimungkinkan dengan perkembanganteknologi
saat ini. Satu-satunya hambatan adalah masalah HAM yang seharusnyabisa diatasi
dengan metode kerahasiaan data dan penyimpanan di institusiNegara. Hal ini
dapat dilihat dari contoh kasus dibawah ini.
Saya adalah
siswa SDN 118187 rantau prapat,ketika itu saya menduduki kelas 5 SD,saya pernah
menjadi korban kekerasan di dunia pendidikan.
Guru sering disebut dalam bahasa jawa ditiru. Jadi, seorang guru itu perlu
menjaga tingkah lakunya, karena seorang guru itu menjadi panutan bagi anak
didiknya. Lain hal dengan seorang Guru matematika SDN 118187 rantau
prapat, Dia bukan termasuk kategori Guru yang patut di tiru. Begitu
herannya, bisa-bisanya seorang guru memukul dan menyodomi seorang siswa
laki-laki , hal tersebut saya dapatkan ketika saya berada di bangku kelas 5 SD.
Ia memukul dan menyodomi saya dengan alasan saya bandal, tidak mau diam,
padahal teman-teman saya semua juga ribut.Kasus ini bukan merupakan kasus
kekerasan di dunia pendidikan
Indonesia. Cukup banyak korban kekerasan di dunia pendidikan. Kira kira mengapa
masih terus saja terdengar rentetan kasus kekerasan di dunia pendidikan yang
hampir serupa?
Analisisnya menurut saya,Secara Ilmu Psikologi Contoh kasus kekerasan pendidikan
diatas tergolong kategori perilaku agresi. Bisa dikatakan Perilaku agresi,
karena seseorang memberikan stimulus tidak menyenangkan yang merugikan orang
lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Baron & Byrne, 1994; Brehm &
Kassin, 1993; Brigham, 1991 yang menyatakan bahwa agresi merupakan perilaku
yang dimaksudkan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis.
Jika kita pandang dari salah satu teori agresi yang dipelopori Dollard, Doob, Miller, Mowrer, dan Sears pada tahun 1939 (Brigham, 1991) yaitu Frustrasi-agresi atau hipotesis frustrasi-agresi (frustration-aggression hypothesis) perilaku yang dilakukan oleh guru Agama di Bandung Bisa timbul akibat sebuah masalah yang tidak teratasi dan memicu timbulnya frustasi yang pada akhirnya dapat memunculkan perilaku penyaluran agresivitas pada situasi yang kurang tepat.
Jika kita pandang dari salah satu teori agresi yang dipelopori Dollard, Doob, Miller, Mowrer, dan Sears pada tahun 1939 (Brigham, 1991) yaitu Frustrasi-agresi atau hipotesis frustrasi-agresi (frustration-aggression hypothesis) perilaku yang dilakukan oleh guru Agama di Bandung Bisa timbul akibat sebuah masalah yang tidak teratasi dan memicu timbulnya frustasi yang pada akhirnya dapat memunculkan perilaku penyaluran agresivitas pada situasi yang kurang tepat.
Menurut teori psikoanalisa, struktur
jiwa manusia dibagi menjadi tiga, yaitu superego, ego dan id. Superego bekerja
berdasarkan prinsip ideal (yang seharusnya). Isi superego adalah segala
perintah dan larangan yang dibatinkan (internalisasi) dari orang tua dan
tokoh-tokoh yang berkuasa (juga ajaran agama) bagi si anak. Ego bekerja
berdasarkan prinsip realita. Egolah yang terutama menggerakkan perilaku sadar
individu. Sedangkan id bekerja berdasarkan prinsip kenikmatan/kesenangan.
Pribadi yang sehat adalah pribadi yang memiliki ego yang kuat sehingga mampu
mengontrol dorongan yang berasal dari id maupun superegonya.
Pada
dasarnya perilaku manusia digerakkan oleh dua dorongan dasar, yaitu dorongan
untuk hidup (eros) dan dorongan untuk mati (thanatos). Dorongan untuk hidup
kemudian oleh Freud dispesifikkan pada dorongan seks (libido) sebagai intinya.
Ini disebabkan karena Freud melihat berdasarkan pengalaman prakteknya, banyak
pasien yang mengalami gangguan mental disebabkan mereka tidak mampu
mengekspresikan dorongan seks mereka secara wajar. Libido ini yang mengisi
energi pada id.
Pada bagian
lain, energi superego berasal dari thanatos. Itulah sebabnya mengapa orang yang
superegonya kuat dan mendominasi kepribadiannya, mudah diliputi kecemasan dan
rasa bersalah yang pada akhirnya membuat individu diliputi perasaan putus asa
dan depresi (bahkan keinginan untuk bunuh diri). Ini terjadi karena energi
thanatos diarahkan kepada diri sendiri. Sedangkan bila energi thanatos
diarahkan ke luar, ini akan muncul dalam bentuk perilaku agresi yang bersifat
destruktif termasuk di dalamnya rupa-rupa tindak kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar